JAKARTA - Indonesia menegaskan komitmennya dalam memperkuat penegakan hukum di kawasan Asia Tenggara melalui penandatanganan Perjanjian ASEAN tentang Ekstradisi.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Supratman Andi Agtas bersama para menteri hukum dari negara anggota ASEAN menandatangani perjanjian penting ini dalam Pertemuan Menteri Hukum ASEAN (ALAWMM) Ke-13 yang digelar di Manila, Filipina.
Menurut Supratman, perjanjian yang merupakan hasil negosiasi panjang ini menjadi tonggak penting bagi kerja sama hukum di ASEAN.
“Instrumen hukum yang awalnya diamanatkan dalam Bali Concord pada 24 Februari 1976 ini akan menghentikan ruang gerak para pelaku kejahatan, sehingga wilayah ASEAN tidak lagi menjadi safe haven untuk mereka,” ujarnya.
Sebagai Menkum, Supratman menegaskan bahwa dirinya akan mengawal langsung proses ratifikasi perjanjian ini di Indonesia.
Langkah tersebut diambil untuk memastikan Indonesia mampu secara efektif memberantas tindak pidana lintas negara dan menutup celah hukum yang memungkinkan pelaku kejahatan bergerak bebas di kawasan.
Fokus ALAWMM Ke-13: Perdata dan Komersial
Selain penandatanganan perjanjian ekstradisi, agenda utama ALAWMM Ke-13 juga membahas kerja sama hukum di bidang perdata dan komersial.
Indonesia menargetkan untuk menjadi anggota Konferensi Den Haag tentang Hukum Perdata Internasional (HCCH) pada 2025–2026. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mengintegrasikan hukum nasional dengan standar internasional.
Indonesia telah mengundangkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2025, yang mengesahkan Statuta HCCH, sebagai dasar untuk mengajukan keanggotaan melalui Kementerian Luar Negeri.
Dalam proses ini, Indonesia menggalang dukungan dari Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam agar proses aksesi dapat rampung pada 2026.
Aksesi Konvensi Pengiriman Dokumen Peradilan
Salah satu langkah penting Indonesia adalah aksesi terhadap Konvensi Pengiriman Dokumen Peradilan dan Ekstra Peradilan di Luar Negeri dalam Masalah Perdata dan Komersial (Convention on the Service Abroad of Judicial and Extrajudicial Documents in Civil and Commercial Matters).
Menurut Supratman, konvensi ini akan mempermudah prosedur lalu lintas dokumen judicial maupun extrajudicial antarnegara anggota.
Dengan aksesi ini, Indonesia akan menjadi negara ASEAN keempat yang mengadopsi konvensi, setelah Vietnam, Filipina, dan Singapura. Konvensi ini dipandang strategis untuk meningkatkan efisiensi proses hukum lintas batas serta memperkuat posisi Indonesia di tingkat regional.
Peran Delegasi Indonesia di Pertemuan ASEAN
Delegasi Indonesia di ALAWMM Ke-13 terdiri dari perwakilan Kemenkum, Kemenlu, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Filipina.
Pertemuan ini sebelumnya diawali dengan Pertemuan Pejabat Hukum Senior ASEAN (ASLOM) Ke-24 pada 10–12 November 2025, yang dihadiri Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkum RI, Widodo.
Widodo menegaskan kesiapan Indonesia untuk membentuk kelompok kerja teknis (technical working group) bersama negara anggota yang sepandangan, guna membahas instrumen hukum mengenai pemindahan narapidana atau transfer of sentenced persons.
“Komitmen Indonesia dalam technical working group akan berkaitan erat dengan proses penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara,” kata Widodo.
Penyusunan Ikhtisar Hukum Nasional ASEAN
Selain membahas ekstradisi dan transfer narapidana, Indonesia menyambut baik usulan penyusunan ikhtisar yang memuat informasi prosedur dan hukum nasional terkait bantuan hukum timbal balik dalam masalah perdata dan komersial antarnegara anggota ASEAN.
Dokumen ini diharapkan menjadi referensi yang mempermudah kerja sama hukum lintas negara.
Dengan adanya ikhtisar ini, negara anggota ASEAN dapat memahami prosedur hukum masing-masing negara sehingga meminimalkan hambatan birokrasi dan meningkatkan efektivitas penyelesaian sengketa internasional.
Dampak Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi
Penandatanganan Perjanjian ASEAN tentang Ekstradisi menjadi langkah strategis bagi Indonesia dalam membangun integrasi hukum regional yang lebih kuat. Perjanjian ini menegaskan bahwa negara-negara anggota ASEAN memiliki komitmen untuk menutup celah hukum yang bisa dimanfaatkan pelaku kejahatan lintas negara.
Lebih jauh, Supratman menekankan pentingnya koordinasi antarnegara anggota ASEAN dalam menghadapi dinamika kriminalitas yang semakin kompleks. Dengan perjanjian ini, negara anggota dapat saling mengekstradisi pelaku tindak pidana serius, mulai dari korupsi, narkotika, hingga kejahatan transnasional lain.
Koordinasi Lintas Instansi Domestik
Indonesia menekankan bahwa keberhasilan implementasi perjanjian ini akan sangat bergantung pada kerja sama lintas instansi domestik, termasuk kepolisian, kejaksaan, dan lembaga peradilan.
Kesiapan Indonesia untuk segera meratifikasi perjanjian diharapkan dapat menjadi contoh bagi negara anggota lain dalam membangun komitmen hukum bersama.
Dengan ratifikasi ini, wilayah ASEAN tidak hanya menjadi kawasan yang aman bagi warga negara, tetapi juga sulit bagi pelaku kriminal untuk bersembunyi. Langkah ini diyakini akan meningkatkan kredibilitas ASEAN di mata dunia dalam hal penegakan hukum lintas negara.
Indonesia Siap Kawal Implementasi Perjanjian
Ke depan, Indonesia berkomitmen untuk mengawal seluruh proses implementasi Perjanjian ASEAN tentang Ekstradisi. Hal ini sejalan dengan tujuan lebih besar untuk menciptakan kawasan ASEAN yang aman, adil, dan berlandaskan prinsip hukum yang kuat.
Selain itu, perjanjian ini juga diharapkan memperkuat perlindungan hukum bagi masyarakat di seluruh negara anggota ASEAN.
Indonesia memandang kerja sama hukum lintas negara sebagai prioritas strategis untuk memastikan keamanan regional, menegakkan keadilan, serta mendukung pembangunan hukum yang berkelanjutan.
Dengan langkah ini, ASEAN diharapkan menjadi kawasan yang efektif dalam menindak tindak pidana lintas negara sekaligus memperkuat nilai hukum internasional.